Senin, 04 Januari 2016

Pagi Itu di Stasiun Cibinong

Pagi itu di Stasiun Cibinong Bogor. Saya duduk di parkiran kendaraan di area stasiun bersama keluarga kecil saya.

Ini adalah kali pertama saya menginjakkan kaki di Stasiun Cibinong. Tidak bermaksud menaiki commuter line yang akan tiba sebentar lagi, saya hanya ingin lihat lihat Stasiun Cibinong saja.


Berbeda dengan stasiun stasiun lainnya, penampakan stasiun Cibinong tidak berasitektur Belanda. Bangunan dua lantai tersebut dapat dibilang anyar dengan model masa kini.

Rupanya sebentar lagi kereta kedua hari ini akan segera tiba. Stasiun pagi itu sudah ramai pengunjung. Baik yang hendak menumpang atau yang sekedar membawa anak nya melihat kereta macam saya.

Tepat pukul 09.05 commuterline berangkat. Gerbong gerbong terisi penuh. Wajar saja, berbeda dengan jalur stasiun lainnya seperti Bogor ataupun Bekasi, Jalur Cibinong menuju Citayam masih jarang.


Meskipun demikian, parkiran stasiun tidak begitu penuh. Penumpang lebih memilih memarkir kendaraannya di tempat penitipan motor yang berdempetan langsung dengan Stasiun. 


Jalan menuju Stasiun Cibinong tidaklah terlalu besar. Barangkali hanya cukup berpapasan dua mobil ukuran kecil saja. Meskipun demikian daerah di sekitar stasiun tergolong ramai.

Sudah banyak berdiri warung warung di pinggir jalan menuju stasiun. Selain itu terdapat juga beberapa perumahan di sekitar stasiun.


Dengan jumlah penduduk yang tergolong ramai, bisa jadi penambahan jadwal kereta di Stasiun Cibinong suatu saat adalah sebuah keharusan.

Minggu, 03 Januari 2016

Pemandangan Cantik Menuju Waduk Kedung Ombo

Matahari masih terik saat kami menginjakkan kaki di Waduk Kedung Ombo. Tanpa banyak ba bi bu salah seorang di antara kami langsung berinisiatif naik odong odong menyusuri jalan yang membentang di sisi waduk.


Liburan akhir semester yang berbarengan dengan liburan akhir tahun kami manfaatkan untuk silaturahmi keluarga besar suami saya. Tak lupa kami berwisata ke Waduk Kedung Ombo, Boyolali, Jawa Tengah.

Objek wisata Waduk Kedung Ombo terletak di jalan Purwodadi-Solo. Jika dari Purwodadi, maka jalan menuju Waduk akan berada pada sebelah kanan. 

Seperti umumnya gambaran waduk, dengan dominan hamparan pasir abu abu, waduk Kedung Ombo tidak terlalu menarik untuk dibidik kamera. Maka, jangan simpan kamera anda ketika berkendara menuju waduk.

Sebelum mencapai objek yang dituju justru anda akan di.suguhkan dengan pemandangan yang menawan. Nuansa hijau yang asri manjadi alasan kuat untuk tidak meletakkan kamera anda hanya di dalam tas.


Waduk kedung Ombo yang terletak di dataran tinggi menjadikan jalan menuju waduk terlihat bertingkat tingkat. Dari atas kita bisa melihat mobil yang melintasi jembatan di sungai yang air nya berwarna hijau, cantik sekali.

Sayangnya ketika perjalanan menuju waduk saya tidak.sempat mengabadikan keindahan alam tersebut. Sedangkan ketika pulang, dengan kecewa saya harus rela pemandangan cantik tadi harus pergi, seiring dengan gelapnya malam.


Rasanya enggan sekali mata ini membidik warna waduk yang serba abu abu. Sebagai gantinya, waduk Kedung Ombo yang lumayan terkenal saya foto dengan latar belakang lereng rumput hijau yang menawan. Tapi tetap menampilkan pintu air yang mungkin cocok menjadi ikon Waduk Kedung Ombo.

Oh ya, selain odong odong yang mengantarkan wisatawan menyusuri sebagian waduk, pemandangan yang tak kalah cantik untuk di bidik kamera adalah ikan bakar yang di jajakan di warung warung milik masyarakat setempat. 

Tak lupa ketika pulang kami menyempatkan diri mencicipi ikan bakar. Tapi bukan di warung warung tadi, melainkan di restoran terapung yang lokasinya agak jauh dari objek wisata utama. Dengan mengendarai mobil di jalan rusak berbatu, sekitar 15 menit kami telah sampai di restoran tersebut.


Aneka ikan air tawar bakar siap mengenyangkan perut kami yang kelaparan. Selain menu ikan bakar, banana boat, speed boat juga menjadi nilai plus rumah makan ini.

Tertarik untuk mengunjungi waduk Kedung Ombo? Saya tunggu foto dan cerita  yang berbeda dari anda.

Jumat, 25 Desember 2015

Pulang Kampung Naik Kereta Menoreh 2

Liburan sekolah yang berbarengan dengan akhir tahun 2015 tak kami sia siakan begitu saja dengan hanya berdiam di rumah. Pulang kampung ke Jawa Tengah, tempat orangtua suami saya menjadi pilihan liburan asik sekaligus bersilaturahmi.

Dengan tiga anak yang kami bawa, rasanya tidak mungkin lagi kami pulang kampung menggunakan bus. memang, bus adalah akses terdekat dengan rumah mertua saya. Turun bis, kami bisa langsung naik ojek dengan jarak tempuh sekitar sepuluh menit dari rumah mertua. Tapi, bis mempunyai banyak kelemahan. toilet yang sempit, waktu berhenti d rumah makan yang singkat, tempat duduk yang sempit, dan tentu saja jarak tempuh yang lebih lama menjadi sederet minus dari kendaraan yang satu ini.

Pilihan kali ini pun jatuh ke kereta cepat. Jauh jauh hari suami saya telah pesan tiket. Pasar Senen-Semarang adalah track yang akan kami tempuh.

Kereta terjadwal  berangkat pukul 07.15 Saya pun bersiap bangun pukul 02.00 dini hari, ketika anak anak dan suami saya masih terlelap. 

Kami berangkat dari rumah pukul 06.00 dengan menggunakan krl. Tak di sangka, krl yang kami harapkan sampai tepat waktu di stasiun Senen, meleset dari estimasi. KRL berhenti terlalu lama di stasiun Jatinegara, karena mendahulukan kereta luar kota.

Keringat dingin kami mulai keluar satu persatu ketika jam gantung d Stasiun Jatinegara menunjukkan pukul 07.15. Dan akhirnya kami lemas ketika KRL kami berpapasan dengan kereta yang seharusnya kami naiki.

Kabar buruknya, harapan kami, kereta telat berangkat tak terpenuhi. Kabar baiknya, salut dengan Kereta Indonesia yang sudah tidak menggunakan jam karet.

Pelajaran berharga yang kami dapatkan terlalu mahal. Semahal harga empat tiket yang hangus begitu saja dan waktu yang terbuang sia sia untuk menunggu kereta berikutnya.

Kami membeli tiket untuk menoreh yang berangkat pada malam hari. Tak ingin pulang lagi, kami pun harus betah menunggu di Stasiun. 

Sesekali aku berjalan jalan keluar stasiun bersama anak bungsuku melihat lihat kekumuhan daerah sekitar senen. Lain waktu,aku yang menjaga barang dan suamiku mengajak anak anak jalan jalan.

Selama menunggu, kami sekeluarga sedikitnya bolak balik ke kamar mandi sebanyak lima kali. Dan sebanyak itu pula kami tahu, toilet stasiun Senen tak pernah sepi, harus sabar mengantri. Untungnya, toilet stasiun bersih dan selalu di bersihkan oleh petugas dan tentu saja tidak bayar.

Pengalaman mengantri tak hanya berlaku di toilet. Ketika registrasi karcis pun kami harus mengantri di jalur yang telah di sediakan.


Belum lagi naik turun tanggga yang lumayan terjal, membuat kami kembali berpikir ulang untuk mepet datang ke Stasiun.


Kamis, 18 Juni 2015

Luka hati saya untuk Engeline

pukul 11:51, saya tak ingat, hari ini, hari keberapa saya mengikuti kasus tewasnya Engeline Bali lewat media masa. Dan kini saya benar benar sedih, hancur hati saya mendengar pengakuan mantan pembantu Margriet yang mengatakan Engeline jarang di beri makan, kalaupun di beri makan, d beri makanan basi. Dipukul dengan bilah bambu. Kini saya bisa menarik dugaan kuat, siapa sebetulnya pembunuh itu. Walaupun, tak ada kaitannya dengan warisan. Anak saya, usianya tak jauh beda dengan engeline, hati saya pedih, saya peluk anak saya berulang ulang, tak kuasa membayangkan perlakuan orang biadab itu terhadap engeline. Orang itu jahat sudah semenjak engeline bayi, ya, jahat, ia memisahkan anak dari ibu kandungnya, yang mana seorang bayi membutuhkan asi yang kaya gizi. jahat, saya benci, mudah mudahan dapat terkuak siapa sebetulnya pembunuhnya.

Minggu, 10 Mei 2015

Dan Tidak Ada Lagi Yang Aku Cari

Bayanganku sempurna condong ke barat. Tapi aku masih mencari apa yang tersisa di ujung jalan sana.                                               Ini tanganku  masih sama tujuh tahun lalu. Saat layangan putih itu naik ke langit di atas bukit. Dan berlari kecil kita mengejarnya.                                                 Bising aku, diantara rimbunan sepi. Hanya sebuah aku..berdiri dalam sunyi, dan tidak ada lagi yang aku cari.....