Minggu, 30 September 2012

Bentor Opa bermasalah


Cerita ini adalah cerita tiga hari yang lalu. Ketika sepasang mata laki-laki berseragam cokelat melihat ke arahku. Entah apa, aku tak merasa salah. Dan saat mengeluarkan selembar uang untuk membayar bentor, kulihat dia turun dari atas motor. Ternyata sedari tadi mengikuti dari belakang.

Sambil melirik ke belakang, aku tetap berjalan menuju rumah. Dan benar saja dugaanku, dia menghampiri si opa pemilik bentor yang baru saja kunaiki. Dari kejauhan aku berusaha memahami alur situasi yang terjadi. Dengan lantang pak polisi meminta SIM.

Ah, rasa bersalah menggelayut di pikiranku. Kenapa tadi aku naik bentor bermasalah tersebut. Ini mungkin ketiga kalinya aku naik bentor tak layak jalan itu. Mesinnya meraung-raung, lari tak bisa. Dan parahnya aku tak tahu kalau bentor tersebut tak memiliki lampu sen. pantas saja pak polisi lalu lintas melihat ke arahku waktu menyebrang ke arah jalan Piere Tendean.

Dan sekarang pak polisi seperti urat-uratnya timbul. bagaimana tidak, si opa tidak kooperatif. Pura-pura tidak mengerti apa yang ditanyakan pak polisi, dan hampir saja kabur kalau pak polisi tidak segera mengambil kunci motornya.

Dan tak perlu banyak waktu, masyarakat sekitar pun berkumpul menonton. Segera saja pak polisi menjelaskan kepada masyarakat, bahwa bentor seperti ini dapat membahayakan keselamatan pengemudi dan penumpang. "Bukan pak polisi melarang membawa bentor", tegasnya.

Sebagian warga membantu pak polisi, mencoba berkomunikasi dengan bahasa Gorontalo. Tapi hasilnya, tetap saja dia pura-pura tak mengerti dan meminta kunci motornya dikembalikan. Akhirnya pak polisi meminta warga untuk memanggil keluarga opa. Selanjutnya aku tak tahu lagi nasib opa malang tersebut. Hari yang aneh bagiku, tapi satu yang aku suka. Ini tak ada kaitannya dengan uang. Salut buat polisi lalu lintas limboto.


(tulisan ini di tulis tanggal 05 oktober 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar