Jumat, 22 Februari 2013

Menulis: Sebuah Ke-akuan yang Subyektif

Melupakan sementara FM 10 saya yang entah berada dimana, menulis dapat menjadi hobi baru yang menyenangkan. Walaupun dalam kegiatan menulis saya tak membutuhkan pembaca. Tak peduli ada atau tidak ada pengunjung blog.

Ibarat naik sepeda semakin sering menulis akan ada sederet kata yang jadi waiting list di kepala, merengek untuk diketik. Saya pernah membaca suatu tulisan, ada seseorang penulis yang sakit tiga bulan lamanya, setelah sembuh dari sakitnya, ia seperti benar-benar orang yang baru belajar menulis, tak tahu harus mulai dari mana.

Dan saya pun mengalami itu. Terkadang kesibukan mengurus rumah tangga, membiarkan komputer di ruang keluarga dingin tak tersentuh. Dan ketika mulai menulis lagi, saya benar-benar bingung, kata apa yang harus saya tuangkan terlebih dahulu dalam tulisan. Jangankan sebuah paragraf, satu kalimat harus berkali-kali mati sebelum lahir, tertimpa backspace.

Ya, walaupun saya masih ingat sebuah teori menulis, tuangkan saja dulu baru diperbaiki kemudian. Tetapi tetap jari tangan saya selalu mendarat di backspace.

Memang ada banyak alasan orang untuk menulis. Ada yang sekedar menuangkan keluh kesahnya di dalam diary. Ada juga yang belajar seperti saya. Ada pula yang mencari uang. Ada pula yang menulis untuk mengobati goncangan dalam diri.

Masih ingat kan pak Habibie, buku "Habibie-Ainun" bukan ditujukan untuk menjadi best seller, tapi adalah kegiatan yang beliau lakukan untuk menyembuhkan goncangan dalam dirinya setelah kepergian istri tercintanya, Ibu, Hasri Ainun Habibie. Dokter menyarankan beliau untuk melakukan suatu kegiatan supaya goncangan dalam dirinya dapat terobati. Dan dia memilih untuk menulis.

Walaupun dalam kegiatan menulis, saya bersembunyi dalam gua, malu untuk di baca orang lain. Terkadang ada juga keinginan untuk mendapatkan apresiasi dari apa yang di tulis. Saya cukup pemalu untuk menunjukkan hasil tulisan gado-gado pecel saya ke orang-orang terdekat.

Tak sekedar rupiah. Setiap proses yang dilewati tentu saja adalah bagai  tahapan belajar sepeda.  Selain itu, menulis untuk orang lain dapat menghindari ke-akuan yang subyektif yang melulu tertuang di blog.

Terkadang, memang bingung mau menulis apa. Tetapi dengan banyak membaca, satu persatu ide mau juga mampir ke kepala. Ya, ternyata menulis membuat kita banyak membaca, atau sebaliknya? Banyak membaca dapat meningkatkan kemampuan menulis.

Jadi ingat pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah. SD, SMP, SMU, semua ujian akhir selalu menyelipkan essai mengarang bebas di akhir soal. Hmm, sekarang saya pun seperti melanjutkan ujian akhir bahasa Indonesia, mengarang bebas.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar