Minggu, 07 Oktober 2012

Liburan ke Bandung yang serba nanggung

Ini adalah rencana perjalanan kami sekeluarga tiga minggu yang lalu. Mendapat tiket promo kereta api eksekutif Parahiyangan, membuat kami tergiur untuk sesekali jalan-jalan naik kereta api. Walaupun sebetulnya tidak pulang pergi kami naik kereta api.

Sabtu pukul 11.00, keluarga kami sudah bersiap dari pondok aren menuju BTC ( Bintaro Trade Centre) untuk mengejar travel X-Trans Bintaro-Bandung. Tepat pukul 12.30 travel berangkat menuju Bandung. Di mobil travel, kami mendapat bangku paling belakang, dan anak-anak yang memang tabiatnya gak betah di perjalanan, bermain di lantai mobil sesuka hatinya. Mondar-mandir, buka tutup hordeng....

Mobil travel X-Trans Bintaro-Bandung menggunakan kendaraan isuzu elf. Cukup luas dan nyaman. Tarif yang di patok untuk sampai di Bandung adalah 75.000,- per-orang. Berangkat jam 1.30 kami tiba kira-kira pukul empat di Bandung.

Sesampainya di pool X-Trans, di jalan Cihampelas mulailah terasa udara sejuk kota Bandung.  Dan Logat sunda mulai terdengar. Sejenak kami meninggalkan Pondok Aren yang panas, macet...setelah itu kami melanjutkan perjalanan menaiki angkot menuju st hall. 

Sesampainya di depan Stasiun Bandung. Rasa lapar mulai memanggil, mengajak untuk mencicipi warung nasi rames. Satu potong hati ayam dengan sayur bayam, sedangkan piring lainnya berisi gulai cumi. Di temani hangatnya teh manis, total yang kami bayar sekitar 27.000,-.

Setelah itu kami memutuskan untuk jalan kaki menuju home stay. Home stay yang kami pesan melalui internet memang terletak tak jauh di belakang st Hall Bandung. Ya, setidaknya begitu gambaran di peta. Walaupun sebenarnya ini adalah perjalanan yang cukup    panjang berjalan ke belakang stasiun, lalu menaiki jembatan...masuk ke ruko loxor.
Wah ternyata, perkiraan jarak melebihi yang kami bayangkan ketika melihat peta.

Hampir 17.30, walaupun homestay sedang diperbaiki, kami urung mencari tempat lainnya, karena sudah hampir maghrib...dan badan sudah terasa lelah.

Tarif hotel lumayan murah, hanya 120.000,- untuk double bed kecil. Ternyata homestay ini adalah andalan para backpacker....beberapa bule belgia lengkap dengan ransel dan kamera SLR memesan kamar di sini.

Jendela kamar kami menghadap ke beberapa ruko di seberang homestay. Di pagi hari saya bisa melihat seorang wanita Cina yang sedang sembahyang di balkon rukonya. Menghadap ke  beberapa penjuru sambil merapatkan kedua tangan, pemandangan ini jarang terlihat oleh saya.

Barisan rumah-rumah hanya terlihat dari gentengnya yang cokelat. rasanya tak sabar untuk menjelajahi kota Bandung. Kami sama sekali tidak tahu daerah bandung. Andalan kami hanyalah peta di hp dan mulut untuk bertanya.

Sesuai rencana perjalanan. Braga adalah tujuan pertama dan mungkin satu-satunya, karena hari minggu, kereta dengan tiket promo sudah menunggu jam 12 tepat di stasiun Bandung.

Sebelum menuju Jalan Braga, kami sempatkan mencari bubur ayam. Melewati pasar yang becek, ramai pedagang yang menyiapkan barang dagangan...kami pun berjalan terus. Akhirnya kami mendapatkan gerobak bubur ayam di seberang pintu stasiun selatan.

Setelah itu, atas petunjuk dari si tukang bubur kami pun naik angkot hijau dari depan stasiun yang tulisannya Dago. ternyata belum sampai 5 menit kami pun sudah di turunkan di jalan Braga. Kata si supir jalan aja sedikit. Membayar 2000,- perorang kami pun turun melanjutkan jalan pagi kami menelusuri jalan Braga.

Saya membayangkan jalan Braga akan seperti kota tua di Jakarta Kota. Dan kenyataannya meleset sangat. Jalan Braga memang memakai paving block, tapi kendaraan yang melaju di atasnya membuat kami kesulitan untuk menyebrang. 

Bangunan di Jalan Braga sudah ubah fungsi menjadi bar dan rumah makan. Walaupun sesekali saya mengambil gambar dengan kamera hp saya, jujur, sebagai pecinta kota tua saya kecewa dengan kenyataan yang saya dapat.

Dan setelah kami foto-foto dinding gang yang bertuliskan kampung kreatif akhirnya kami kembali ke Home stay dengan menaiki angkot lain, bersiap-siap untuk pulang ke Tangerang Selatan.

Menunggu sedikit lama di stasiun bagi kami tak masalah. Lebih baik kecepatan daripada terlambat. Tepat pukul 12.00 kereta berangkat. Walaupun kami duduk terpisah tapi pemandangan di sepanjang jalan yang di lalui kereta api mengobati kekecewaan di jalan Braga. 

Akhirnya tiba di stasiun Jatinegara, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke stasiun Tanah Abang menggunakan krl ekonomi. Berita bagusnya tidak perlu membeli karcis lagi, cukup menunjukkan karcis parahiyangan kami pun sampai di tanah Abang. 

Menggelosor begitu saja di lantai menunggu kereta datang. celingak celinguk, ternyata di bagian atas stasiun Tanah Abang sepertinya tidak disediakan bangku untuk penunggu. Mirip seperti TKI yang mau di kirim ke luar negeri. Kecapaian yang sangat memaksa saya untuk membuang gengsi..

Stasiun Tanah Abang sebetulnya sangat akrab dengan saya semasa kuliah dulu. Sudimara-tanah abang naik KRL adalah berulang dalam kehidupan saya. Tak ada perbedaan yang terlalu menonjol antara kini dan dulu.

Tapi mungkin bedanya sekarang ada istilah commuterline. Semenjak diberlakukan istilah dan sistem itu, baru kali ini saya kembali menaiki kereta api ke Sudimara lagi.

Satu hal yang membuat saya amaze. Ternyata toiletnya tidak bayar. Dulu waktu saya kuliah  untuk masuk toilet harus membayar 1000,-...kan lumayan buat ongkos besok..hahaha..begitu mungkin pikiran mahasiswa....

Dan akhirnya commuter line menuju Sudimara pun siap mengangkut kami. Tempat duduk telah penuh...aku berbisik kepada suami agar tidak berdiri di depan orang duduk. Takut dikira minta tempat duduk, maklum gendong anak. Tapi ternyata gerbong khusus wanita masih kosong. Jadilah saya menyusui si kecil di gerbong khusus wanita yang saya kira cuma nama belaka. Ternyata sistem kereta api sekarang mulai semakin baik. Good job. 

Liburan ke Bandung yang serba nanggung. Mudah-mudahan bisa menjadi referensi untuk perjalanan anda.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar